Selasa, 15 April 2014

Pada Jarak Ku Titipkan Rindu

Edit Posted by with No comments
Untuk kali ini aku di beri kesempatan untuk menuliskan tentang bahagia. Tak lagi kesedihan, tak lagi kecewa dan tak lagi tentang masalaluku.
Teruntuk kamu, aku berikan tempat untuk aku menuliskan tentang kita seperti yang kamu pinta.

Ada banyak kata yang mengelilingi pikiranku ketika aku ingin menuliskannya disini. Tepatnya sejak pertama kamu kirimkan sebuah lagu yang sempat membuatku menitikan airmata haru, ada rasa yang muncul tak biasa, namun aku masih belum bisa meyakinkannya itu rasa yang bagaimana...
Kau sempat pergi, sempat hilang tak ada kabar. Mmebuatku resah, cemas dan khawatir tak karuan. Ku tepis rasa cemasku dengan bercerita kepada salah satu sahabatku.

Malam yang panjang itu, aku kesepian. Entah kamu sedang apa, sesibuk apa sampai lupa memberiku kabar? Dan aku pun terlelap dengan sendirinya. Esok pagi pun tetap tak ada satu pesan yang aku terima darimu.
Baiklah, aku coba menghubungimu... tapi tak ada balasan. Aku meneteskan airmata lagi kepada laki-laki yang masih ku anggap teman baikku, itu kamu.

Singkat cerita dari aku yang menitikkan airmata , yang sempat merasa kehilangan sosokmu.. aku terus menerus bercerita kepada sahabatku. Dia pernah sesekali bilang dalam pesan singkatnya kepadaku "Sudahlah, biarin aja dia pergi. Tandanya dia bukan buat kamu" tapi entah setiap membaca pesannya. Aku selalu merasa, aku tidak ingin pergi. Ada yang menahan aku untuk tetap menunggumu walaupun kadang logikaku menerima seperti yang sahabatku katakan lewat pesan singkatnya.

Kini rasa yang dulu sempat membuatku ingin pergi atau bertahan sudah terjawab. Keputusanku untuk bertahan dan menunggumu tak jadi sia-sia.
Kau datang, kau kembali.... menyentuh rasaku yang tak biasa itu dengan pertanyaan yang membuatku harus menjawab "IYA".
Dan sekarang pilihanku untuk mengikat rasa yang tak biasa itu pada janjimu. Kau ikatkan rasaku pada rasamu kuat-kuat biar tak lekas lepas.
Pada jarak inilah, banyak rindu yang harus segera kita bunuh satu per satu. Biar tak terus menggerogoti hati yang butuh pertemuan.
Terimakasih atas pertanyaan dan pernyataanmu yang membuatku yakin. Terimakasih atas perhatian dan pengertian yang membuatku nyaman.
Terimakasih yang tak lain adalah.. terimakasih mampu membuat aku lepas dari ikatan masalalu.

Kepada jarak dan waktu yang sedang memusuhi kita saat ini, biarkan saja.... lama kelaman toh kita akan berdamai dengan jarak yang ratusan kilometer memisahkan kita. Biar tak ada dikota yang sama, tapi kita tetap berpijak di bumi yang sama.
Teruntuk kamu... terimakasih atas rasa yang tak biasa ini :)

Sabtu, 05 April 2014

Mati Sudah Rasaku

Edit Posted by with No comments
Oh rupanya... Tuhan membuatkanku skenario drama yang baru. Dan rupanya, aku pun masih menjadi pemeran utamanya. Apa yang bisa ku perankan dalam drama ini ? Lalu siapa lawan mainku ?
Oh tidak, rupanya masih kau. Tak sangka, Tuhan masih memilihmu untuk muncul kembali dalam kehidupan dramaku yang mulai ku rasa baik. Harus ku mulai dialog yang bagaimana, ketika aku di pertemukan denganmu ?

Haruskah ku bertanya kabarmu ? Tak sudi, aku menanyakannya..
Seakan aku bermain dengan peranku yang protagonis menjadi antagonis saat di satu scene denganmu. Maaf! 
Perlumu apa untuk menemuiku ? Urusan kita sudah selesai. Belum puas, luka yang sempat kau goreskan di hatiku ? hahaha. 

Tak bahagiakah kau dengan wanita pilihanmu, yang menjadi sebab kau tinggalkan aku dulu ?
Jangan beragumen apapun tentang kita dulu, aku tak ingin lagi mendengarnya. Aku tenang tanpa basa-basimu itu.
Jangan sekali-kali kau bilang, kau masih sayang denganku. Rasa sayangku sudah mati tertimbun rasa kecewaku karenamu.
Jangan mengemis, peranmu bukan itu. Dan aku pun tak akan memberi satupun dari apa yang aku punya. 

Sudah sanggup kini aku berdiri diatas kakiku sendiri, sanggup menyaksikan sendiri bagaimana kau tersenyum bangga dengan wanita yg kini ada di sampingmu dan itu bukan aku.
Susah payah aku mengobati lukaku sendiri, dan sudah berupaya aku membiarkan luka ini mengering dengan sendirinya.
Sekarang kau temui aku, memohon untuk kembali ? Aku tak sebodoh itu sayang...
Luka ini masih belum kering... 

Sudahlah... sampai kapan drama ini terus bergulir. Aku sudah jenuh dengen episode semacam ini. Ku rasa para penonton yang menyaksikan pun akan bosan.
Menanti kapan sesungguhnya drama ini mengakhiri kata TAMAT seperti sepenggal kisah lalu kita.

Selasa, 01 April 2014

Surat Untuk Mantan

Edit Posted by with No comments
Teruntuk kamu yang (masih) ada di hati. Tak sangka, aku bisa menuliskan kata demi kata untuk menjadikannya sebuah kalimat pesan yang ingin ku sampaikan kepadamu.

Ketika aku menuliskan ini, keadaan aku tak sedang dalam keadaan yang baik-baik saja. Aku sempat menangis, aku menangis merindukan kamu. Entahlah kamu disana merindukan aku juga atau tidak ? Hai, apa kabar kamu sekarang ? Sudah lama sekali kita tak bertemu... aku sendiri lupa kapan terakhir kalinya kita bertemu :'). Kapan terakhir kalinya aku bisa menyentuh lembut wajahmu, terakhir kalinya mendengar tawamu, terakhir kalinya melihat senyummu dan terakhir kalinya mendengar suaramu....

Sekiranya sudah kurang lebih 2tahun kita tak pernah bertemu. Seperti apa dirimu sekarang ? :) Masihkah cuek ? Masihkah pendiam ? Ahaha. Seakan ledakan rindu ini membawaku ke masalalu. Jelasnya aku rindu kamu :') Maaf sudah terlalu sering merindukanmu, aku tak bisa menghalau rasa rindu yang selalu datang ini.


 Dan kopi yang ku seduh pagi ini, masih sama rasanya tetap nikmat, dan tetap terasa manis jika ditambahkan gula.
Kopi yang ku sruput .... masih terasa panas. Biarlah, ku tiup perlahan biar menjadi hangat. Dan lama-kelamaan pun kopi yang ku minum menjadi dingin, dan ketika sisa sedikit di dasar cangkir kopi banyak ampas kopi yang pasti rasanya pahit. Tentu tak akan ku icip..hehe

Begitulah caraku menikmati semuanya, kopi yang dulu panas sekarang pasti telah dingin. Tentu tak senikmat di awal pertama aku rasakan.
Yaaa... begitupula dengan kau dan aku dulu. Banyak kehangatan di awal janji yang kita ikatkan dalam satu rasa yang sama, harapan yang tak akan putus. Dan biarkan semua berjalan sesuai waktunya.

Dan kini, aku di hadapkan pada keadaan seperti kopi yang tak lagi panas dan menghangatkan. Yang tak lagi, ku nikmati seperti pertama. Semua berubah, menjadi dingin, hambar dan rasanya pahit. Tak enak.

Kau dulu bagai kopi yang menghangatkanku, menemani sepiku... membuatku betah berlama-lama denganmu menikmati yang ada di depan mataku.
Sekarang, kopi yang dingin itu sedang ku nikmati ampasnya. Bagaimana rasanya ? Tentu pahit, iya ku tegukan ampas yang pahit itu kini.
Pahitnya seperti perpisahan yang tak di tentukan jadwalnya. Secara tiba-tiba.... pasti tak semua orang mau, mengecap rasanya ampas kopi yang pahit. Begitupula perpisahan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Maaf...
Mungkin hanya satu kata itu yang bisa aku tuliskan. Maaf kalau kamu keberatan aku kirimi surat ini, hanya dengan cara ini bisa aku sampaikan semuanya. Aku tak punya cukup nyali untuk mengirimkan pesan singkat kepadamu.
Atas izin waktu yang mempersilakan ku menuliskan ini, aku katakan "AKU RINDU KAMU".

Aku berdiam diri di sudut kamar, mengingat jelas kenangan yang kita ciptakan. Perpisahan yang sudah terjadi, adalah awal pertemuan baru kita nanti yg jauh lebih indah.
Aku panjatkan doa seiring waktu yang belum mengizinkan kita bertemu di bawah langit yang sama, di kota yang sama.
Biar jarak ini memusuhi kita, biar waktu ini memperlama pertemuan kita. Tapi nanti jarak dan waktu ini akan menyerah juga ;)

Sebelum aku akhiri tulisan ini, untuk siapapun yang membacanya aku ucapkan terimakasih. Dan semoga surat yang ku tujukan untukmu pun kau baca.
Asaku tak pernah putus. Doaku tetap mengalir untuk hidupmu..... rasa yang masih tertinggal kini hanya sayang dan rindu.

                                                                                                                    

                             



NB: Tulisan ini di ikut sertakan dalam lomba #SuratUntukRuth. Novel by Bernard Batubara