Kamis, 19 Juni 2014

Dari Sang Penanti Yang Merindu.

Edit Posted by with No comments
Teruntuk kamu yang sedang menanti, bersabarlah.

Hai, bagaimana kabarmu disana ? Semoga kamu baik-baik saja. Dan semoga kamu tak pernah merasa kesepian, karena tak banyak orang yg selalu ada disisimu.
Maaf kalau aku sudah lancang mengirimimu surat semacam ini, aku hanya terlalu gelisah menghadapi serbuan rindu ini hehe :).
Bagaimana ya tubuhmu sekarang ? Makin kurus atau bertambah gemuk kah ? Ah bagaimana pun kamu, yang terpenting kamu sehat. Itu harapku.
Harus berapa lama lagi, aku menunggumu sayang ? Rasanya sudah hampir habis rasa sabarku. Tapi aku tak menyerah begitu saja, aku tahu kau akan pulang.
Aku tahu... disana kau sibuk dengan segala urusan pekerjaanmu. Tapi aku? sibuk menunggu kabarmu yg tak tentu kapan akan mengabariku. Maaf kalau seringkali, aku menelepon disaat sela kesibukanmu. Dan kau pun tak menjawabnya.

Sayang.... masih sibukkah? Tolong, balas pesanku. Aku sangat khawatir. Terlebih lagi, aku sangat merindukanmu.
Baiklah, kalau kau masih sibuk dengan pekerjaanmu. Aku tak akan rewel, mengganggumu dengan puluhan pesan singkat dariku.
Kulihat jam dinding dikamar, sudah larut malam rupanya. Tapi aku tak kunjung mengantuk, aku masih setia memandangi layar ponselku. Mungkin sekiranya kau akan membalas pesanku walaupun sudah terlalu lama utk dibalas.Hingga akhirnya aku tertidur... dan tak ada pesan darimu satupun.

Sayang... tahukah kamu, sabarku sudah mencapai titik terendah. Ingin rasanya aku menyerah. Aku menangis butuh bahumu tapi kau tak ada. Aku marah.. butuh dipelukmu untuk meredam amarahku tapi kau tak ada.
Sayang... apa kesibukanmu menyita semua rindu yang sering kau katakan dulu kepadaku ? Mungkin iya, tapi sedikitlah mengerti bahwa aku juga butuh perhatianmu.
Maafkan aku... yg sudah terlalu lama kau abaikan perhatiannya, manjanya bahkan rindunya. Aku tak pernah mempermasalahkan jarak yg sedang menari-nari diatas tumpukan rinduku. Aku sudah memilihmu dan aku akan menantinya.
Dengarkan aku sekali lagi sayang.... tetaplah dengan segala kesibukanmu hingga akhirnya kau sadar, ada aku yang sedang menantimu pulang untuk menghabiskan waktu yang hilang antara kita.

Selasa, 10 Juni 2014

Tragedi Gempa Jogja

Edit Posted by with 3 comments
Gempa Jogja itu terjadi ketika gue duduk di bangku kelas 6 SD. Sekitar tahun 2006 dan gue masih inget kapan itu terjadi, 27 Mei 2006. Gue mengalami sendiri kejadian ini. Tepatnya saat itu, gue sedang berada di kost kakak gue yg ke tiga. Kost kakak gue berada di dekat daerah Bantul, yg kebetulan saat itu menjadi pusat Gempa dgn lokasi yang parah, semua rumah rata dengan tanah.
Kejadian gempa itu terjadi pagi hari, disaat semua orang memulai aktifitasnya. Memang saat itu, kondisi merapi sedang mengeluarkan wedus gembelnya alias awan panas.

Pagi itu.... sekitar pukul 05.25, gue baru bangun tidur. Dan gue memilih untuk langsung mandi pagi, karena rencananya gue, Ibu dan Abang mau ke Pasar Beringharjo di daerah Malioboro. Gue pun langsung ke kamar mandi, tapi entah kenapa gue enggan mandi di dalam kamar mandi. Gue memilih mandi diluar kamar mandi, jadi gue mandi di tempat cuci piring yg dekat dengan sumur. Pintu dapur pun, gue kunci. Gue mandi sambil bersenandung... nggak lama kemudian, air di dalam bak itu berguncang. Peralatan dapur, jatuh.... gue panik. Guncangan itu semakin kuat, gue mencoba membuka pintu dapur tapi susah. Gue gedor pintu biar di buka dari dalam rumah, gue nangis, yang jelas gue takut. Setelah pintu dapur berhasil dibuka, justru bukan lari keluar rumah. Justru malah diam didalam rumah, gue di peluk Ibu dan 2 abang gue sambil berteriak ALLAHUAKBAR.
Saat itu pula gempa yang berkekuatan hampir 6 SR, mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta. Berapa lamanya gue nggak inget, tapi gue merasakan betul bagaimana gempa itu berlangsung. Allah Maha Baik, rumah kost abang gue nggak runtuh tapi dindingnya retak.
Waktu menunjukan pukul 07.25 WIB, rencana ke Pasar Beringharjo pun tetap berjalan. Gue, Ibu dan Abang naik bus ke Malioboro. Dan tak berapa lama, dari arah berlawan. Ada ribuan motor berbondong-bondong menyalakan lampu, dan saat di bus itu ada pula yang beteriak.

"Banyu..... ada banyu.... mau tsunami" berulang kali berucap seperti itu. kondektur Bus menurunkan semua penumpang termasuk gue, Ibu dan Abang. Kalian bisa bayangkan gimana kondisi gue saat itu? Yg terlintas di kepala, cuma bayangan ada air banyak yg tinggi macam Tsunami seperti di Aceh. Gue nangis, gue ketakutan luar biasa. Rasanya di dalam hati gue jerit, gue belum mau mati...... Banyak orang yg berlarian sambil menangis. Kaki gue lemes, rasanya nggak kuat buat lari lagi. Gue minta pulang, gue pengen di Jakarta aja. Tapi nyatanya Bandara pun pasti ditutup. Dipinggir jalan yg gue lewatin, ada rumah yg hancur, jalanan sedikit retak. Gue masih nangis, tapi abang gue menguatkan gue. Gue di suruh dzikir, istighfar. Gue berjalan gontai, balik ke kost abang. Seringkali terjadi gempa susulan yg kekuatannya nggak sebesar gempa pertama, tapi cukup buat gue tetap ketakutan.

Kabar baik yg gue terima adalah, Tsunami itu hanya issue. Saat di kost abang, Ibu rembukan sepakat buat pergi ke Solo aja kerumah kakek. Tapi kondisinya dari pagi sampai sore, akses jalan raya dari Jogja menuju Solo itu ditutup karena banyaknya rumah dan jalanan yg hancur.Lagi-lagi Allah Maha Baik, sekitar jam 5 sore, akses jalan pun kembali dibuka. Segeralah gue, Ibu dan Abang pergi ke Solo naik taksi.
Selama perjalanan... gue lihat di pinggir jalan, rumah rata semua dengan tanah. Apalagi ketika gue ngelewatin kawasan Candi Prambanan, itu pun hancur.
Sesampainya gue di Solo, gue nonton berita. Gue masuk tv di dalam video amatir, ada orang Jogja yg ngerekam saat kejadian. Wajah gue panik, gue masih ketakutan. Pengen cepet pulang ke Jakarta.

Dan esok harinya, gue pulang ke Jakarta dengan naik Bus. Hati gue mulai sedikit tenang, tapi tetap aja bayang-bayang saat gempa itu terjadi masih terekam jelas.
Ketika gue menuliskan ini, ada bayangan ketika gempa itu terjadi. Sedih, deg-deg.an...... tapi sekali lagi Allah Maha Baik masih memberikan gue hidup sampai detik ini :) 

Si Perempuan Harapan

Edit Posted by with No comments
Bukan tak mungkin bagiku menyimpulkan ada rasa yang tak biasa untukmu. Bukan tak mungkin pula, jika aku disini sedang berharap dirindukanmu. Tapi cukup buatku memendam semuanya sendirian, tak ingin aku berbagi dengan siapapun. Cukup Tuhanku yang tahu, karena Dia-lah pula... aku bisa merasakan ini dan itu terhadapmu Tuan.

Disebrang jalan, aku lihat ada seorang Wanita yang sedang duduk dibangku taman dengan wajah gelisah. Entah apa yang dia lakukan? Dia sendirian... dan tak lama berselang, datang seorang Pria menghampirinya dan memberikanya sebucket bunga. Apa yg ku saksikan barusan adalah dimana waktu yang mempersiapkan semuanya dengan baik. Tentunya si Wanita tadi sedang dalam kondisi berharap, ada kecemasan dalam raut wajahnya menanti, menunggu seseorang yang ia cintai.

Tuan... mengertikah kau seperti yang ku kisahkan tadi ? Ini bukan tentang aku, ini tentang harapan. Banyak harapan yang dibuat... tapi banyak pula yg dapat mematahkan harapan itu sendiri. Aku berharap bisa seperti Wanita tadi, harapan ketika aku menunggu dengan penuh kecemasan dan kegelisahan. Tapi rasa gelisah dan cemasku kau tepis dengan kehadiranmu. Bukan tidak mungkin, buatku ketika harapan itu semakin membuncah didalam dada, kau tak datang dan kau memilih pergi. Lalu bagaimana denganku, dengan semua harapan yang ada dalam angan-angan khayalku? Tentu, tak ada ukiran senyum di raut wajahku. Iya, aku kecewa. Tapi memang begitukah sebuah harapan ? Tak semua harapan bisa membuatku tersenyum bahagia, namun dikala itu harapan bisa juga seketika membuatku tak berdaya.